Senin, 11 Juni 2012

Analisis artikel yang berjudul : Menuju Fenomena “Bad Women”

Analisis artikel yang berjudul : Menuju Fenomena “Bad Women”   
                                                Sumber : SUARA MERDEKA (13 Feb, 2012)
( Analisis berdasarkan pada bab 3 “KESENJANGAN GENDER BIDANG HUKUM, POLITIK, DAN PEMERINTAHAN)

Dalam artikel yang telah saya baca, yaitu mengenai fenomena “bad women”, di dalamnya dijelaskan bahwa saat ini sejumlah perempuan telah menunjukkan dirinya mampu untuk menjadi seorang pemimpin tangguh dalam bidang politik, namun belum semuanya dapat dikatakan baik, karena saat ini muncul istilah “bad women” untuk beberapa politikus perempuan, yang dimaksudkan bad women adalah wanita yang terjerat kasus hukum atau terjerat perkara menarik perhatian publik. Sebut saja misalnya Wa Ode Nurhayati, Miranda S Goeltom, Nunun Nurbaeti, Yulianis, Mindo Rosalina Manulang, Neneng Sri Wahyuni, dan juga Angelina Sondakh. Mereka terlibat hukum dikarenakan korupsi.
Pelabelan “bad women” pada para politikus perempuan yang terjerat hukum merupakan salah satu gejala masih adanya kesenjangan gender dalam bidang politik. Mengapa tidak pernah disebutkan istilah “bad man” untuk para politikus laki-laki yang terjerat hukum?. Secara tidak langsung dengan adanya pelabelan tersebut dapat mempengaruhi kepercayaan masyarakat untuk memberikan kesempatan perempuan menjadi seorang pemimpin atas mereka. Padahal sesungguhnya, kita ketahui bersama, di luar sana sangat banyak para politikus laki-laki yang melanggar hukum, namun kasusnya tersebut tidak begitu disorot media dibandingkan ketika perempuan terlibat masalah hukum.
Berbicara tentang perempuan dan politik, tak lepas dari image dan konstruksi sosial perempuan dalam relasi masyarakat. Image yang diteguhkan dalam masyarakat adalah konsep-konsep stereotip tentang perempuan diberbagai sektor politik dan pemerintahan. Pandangan yang berasal dari stereotip tersebut adalah “perempuan tidak layak memimpin, karena perempuan tidak rasional dan lebih mengandalkan emosi”. Dengan adanya pelabelan bad women maka image masyarakat akan kembali kuat mengenai stereotip tersebut diatas. Hal ini tentu saja dapat mengancam para perempuan yang terlibat dalam dunia politik dan pemerintahan, karena kebanyakan masyarakat kita jika melihat dalam satu kelompok sosial tertentu ada yang tidak baik, maka semuanya akan dianggap tidak baik, dan tentu saja akan mengurangi kepercayaan masyarakat tentang adanya para politikus perempuan yang dapat bertanggung jawab atas pekerjaannya dengan baik.
Ditambah lagi dengan adanya UU politik yang menyebutkan “.…Dapat mewakili sekurang-kurangnya 30% perempuan….” Hal yang perlu kita cermati yaitu kata “dapat”, memgapa bukan kata “harus”. Dan kita lihat faktanya, banyak partai politik yang tidak memberikan kepercayaan penuh kepada para perempuan untuk ikut andil dalam partainya sevanyak 30%. Padahal kita ketahui bersama, bahwa jumlah perempuan di indonesia lebih banyak dibandingkan jumlah laki-lakinya. Ini merupakan ketidakadilan terselubung.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar